THE TREE OFF LIFE


            Sebuah film yang di garap oleh Terrence Malick yang berjudul “The tree of life” mengisahkan tentang pola kehidupan dan kehidupan manusia di dunia. Film ini mengandung banyak unsur nilai artistic di dalamnya, bukan hanya nilai nilai kemanusiaan yang di maksudkan sutradara film ini, tetapi juga nilai yang mengandung ilmu pengetahuan yang alamiah.
            Dari segi estetik yang di pertunjukan kepada penontonya menjadikan nilai tambah yang cukup, buat film yang satu ini. Tetapi ketika film ini ingin menjelaskan kehidupan yang di maksudkan dari sutradara ini, sayangnya saya tidak merasakan sesuatau yang special, walaupun penggambaran yang di buat oleh sutradara semuanya menarik.
            Adegan di buka dengan seorang wanita yang umurnya cukup mateng jika di lihat dari tekstur kulitnya, kira kira dia burumur 30 puluh tahunan. wanita itu seakan membayangkan sesuatu yang sedih, yang ada di dalam lubuk hatinya. 15 menit kemudian, film ini menunjukan visual visual, yang mungkin ingin di tunjukan sutradaranya adalah nilai nilai kehidupan dan makna dari filosofinya.
            Alangkah indahnya visual demi visual di tunjukan di dalam film ini. Banyak teknik sinematorafi yang di perlihatkan dari teknik “shiluet” dan “extreme long shot”yang sangat menawan, membuat estetik dari film ini menjadi perfect. Dan ada juga, visual yang di bentuk melalui teknologi CGI (Computer Generate Intermediate). Ketika adegan T Rex yang ada di sungai.
            Binatang itu pun masih belum sempurna sekali dari texture kulit T Rex tersebut. Masih belum alamiah ketika kita melihatnya. Dan juga di dalam film ini di awal adegan anda akan merasakan sedikit lompatan potongan dari editingnya, sering di sebut namanya sebagai “Jump Cut”.  Dan yang membuat kita heran ketika menonton film ini adalah pendekatan konsep sutradaranya ke arah mana. Karena ketika sutradaranya membentuk adegan kehidupan dari manusia, dia membuat pendekatan yang realis, namun, ketika dia ingin menceritakan “Sequance” yang utuh, dia melakukan pendekatan yang “surealis”.
            Aspek suara yang ada di dalam film ini, memliki pendekatan yang realis. Banyak suara suara ambiance yang di bentuk berdasarkan  realita yang ada di sekitar adegannya. Ini membuat ketidak konsistenan antara gambar dan suara. Ada juga suara yang sangat menawan ketika kita melihat gambar dan mendengarkan suarnya, pada saat adik nya di tembak jarinya dengan kakaknya, sewaktu mereka melakukan pemburuan di hutan.

Comments

Popular posts from this blog

Try to out of social media or detox

Ketika Bung Di Ende

Makna makna Fatamorgana